BRIGADIR POLRI GEL.1 TA.2007

NTS COMMUNITY POLRI 2007. WE ARE ALL ORDINARY. WE ARE ALL SPECTACULAR. WE ARE ALL BOLD. WE ARE ALL HEROES!! TO PROTECT AND TO SERVE... WITH HONOR, SERVICE, HONESTY, KINDNESS, COMPASSION, EMPATHY, SYMPHATY, BRAVERY, JUSTICE, RESPECT, PERSONAL COURAGE, HARD WORK, LOYALTY & INTEGRITY... KEEP UNITY!!!

Rabu, 10 September 2014

STANDARD KESELAMATAN PENGEMUDI/PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR



STANDARD KESELAMATAN PENGEMUDI/PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR

 

Kondisi jaringan jalan dan pengoperasian lalulintas di Indonesia telah mencapai kondisi yang memprihatinkan. Hal ini bertambah parah dengan semakin padatnya jumlah penduduk serta kondisi ekonomi masyarakat yang juga semakin meningkat. Implikasi paling nyata adalah dalam hal pertumbuhan lalulintas kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor yang meningkat pesat, pengoperasian angkutan umum khususnya angkutan kota atau angkot (paratransit) yang semakin tidak efisien dan angkutan barang yang melebihi batas beban maksimum (over weight) menyebabkan gangguan operasional lalulintas baik berupa kemacetan maupun peningkatan jumlah kecelakaan lalulintas.
Tak cukup sampai disitu, penyimpangan-penyimpangan pemanfaatan jaringan jalan yang dipicu oleh tidak terkendalinya tata guna lahan dan pemanfaatan jalan untuk kegiatan-kegiatan yang bukan untuk pergerakan manusia ataupun barang seperti pedagang kaki lima (PKL) dan lain sebagainya. Penyimpangan ini pada kenyataanya memberikan dampak negatif yang tidak sedikit dan berdampak pada kehidupan masyarakat terutama masyarakat pengguna jalan. Fungsi jalan sebagai sarana perpindahan kendaraan, orang, barang maupun jasa sebagaimana yang dimanatkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, telah dikesampingkan dan cenderung untuk diabaikan.
Keadaan ini tentu saja tidak bisa didiamkan begitu saja, hal ini mengingat jalan merupakan salah satu sarana masyarakat luas dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Dibutuhkan sebuah sistem lalu lintas yang memuat standard dasar bagi keselamatan para pengguna jalan. Keselamatan jalan atau Road Safety Is No Accident merupakan hal yang mutlak bagi negara Indonesia ditengah tingginya mobilitas masyarakatnya.
Di Indonesia sendiri, berbagai peraturan dan perundang-undangan telah banyak dikeluarkan dengan tujuan menciptakan keamanan dan ketertiban para pengguna jalan dalam berlalu lintas. Akan tetapi, berbagai regulasi tersebut tidak cukup kuat untuk mengatur perilaku aman para pengendara kendaraan bermotor. Hal ini disebabkan semakin lengkap dan nyaman fasilitas yang dimiliki oleh kendaraan bermotor membuat perilaku para pengendara mendekat kearah aggressive driving (Darmanto,2008). Aspek aggressive driving ini membuat para pengguna kendaraan bermotor untuk cenderung bersikap secara ugal-ugala, arogan, dan semaunya sendiri ketika berkendaraan. Kondisi ini tentu akan berakibar buruk bagi keselamatan si pengemudi motor tersebut serta keselamatan masyarakat pengguna jalan lainnya. Pejalan kaki adalah salah satu pihak yang paling terancam keselamatannya akibat perilaku buruk para pengguna kendaraan.
Lebih lanjut aspek perilaku tersebut sangat erat kaitannya dengan persayaratan utama seorang dapat menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya dimana salah satu persayaratannya adalah kepemilikian Surat Ijin Mengemudi (SIM). SIM atau driving license adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Persyaratan ini mengindikasikan bahwa seseorang yang mengendarai kendaraan bermotor telah melalui serangkaian ujian yang diselenggarakan oleh Kepolisian dan dinyatakan lulus, sehingga berhak mengendarai kendaraan bermotor tersebut. Kalimat itu sendiri telah diamantkan dalam UU No.22 Tahun 2009 dalam Pasal 1 huruf 23 yang menyatakan bahwa pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi.
Secara umum, tugas Kepolisian dalam menjaga keamanan, ketertiban, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas diemban oleh Koprs Lalu Lintas Polri. Tugas Kepolisian ini difungsikan pada satuan-satuan Polri sampai pada tingkat terkecil (Pos-Pol). Untuk tingkat Kepolisian Daerah (Polda), tugas ini dilaksanakan oleh unsur Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas). Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Cara Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah.
Selanjutnya pada Pasal 177 ayat (2) Perkap No.22 Tahun 2010 tersebut dikatakan bahwa Ditlantas bertugas menyelenggarakan kegiatan lalu lintas yang meliputi Pendidikan Masyarakat Lalu Lintas (Dikmaslantas), penegakan hukum, pengkajian masalah lalu lintas, administrasi Regident pengemudi serta kendaraan bermotor, melaksanakan patroli jalan raya antar wilayah, serta menjamin Kamseltibcarlantas. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Ditlantas menyelenggarakan fungsi dalam hal pembinaan lalu lintas, operasi Kepolisian bidang lalu lintas, pembinaan administrasi regident kendaraan bermotor, patroli jalan raya, serta juga peningkatan kerjasama lintas sektoral dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas.
Dengan tugas dan fungsi dari Ditlantas sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 22 Tahun 2010 tersebut, maka seyogyanya standard keselamatan pengguna jalan raya dapat terwujud. Substansi permasalahan yang menjadi dasar pemikiran kita untuk mewujudkan keselamatan jalan pada umumnya terbagi dalam 3 (tiga) bagian pokok, yaitu : (1) Pengujian SIM; (2) Penilaian Perilaku Pemilik SIM; dan (3) Penegakan Hukum. Melalui 3 (tiga) substansi permasalahan ini, seharusnya dapat dijawab dalam pelaksanaan tugas Ditlantas sebagai pengemban fungsi tersebut. Namun kenyataannya, dibutuhkan inovasi, kreatifitas, serta keterampilan manajemen lalu lintas tetap harus dikedepankan guna mencapai keselamatan jalan yang diharapkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
***
• Pengujian SIM
Tidak bisa dipungkiri, keberadaan Surat Ijin Mengemudi (SIM) merupakan sarana kontrol bagi seseorang apakah dia layak mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini dikarenakan, dalam pengujian terdapat banyak sekali aspek yang diperhatikan. Aspek pengetahuan umum dan lalu lintas sebagai standard pengetahuan dasar seperti rambu-rambu lali lintas, aspek usia sebagai kontrol psikologis dan tingkat kemampuan penguasaan diri seseorang, aspek kesehatan serta harus melewati ujian praktik.
Dalam hal pengujian SIM ini, diakui terdapat sedikitnya 3 (tiga) faktor yang berpengaruh, yakni : (1) Sistem Uji; (2) Kompetensi Penguji; dan (3) Instrument Pengujian. Ketiga hal ini akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi seseorang dalam hal kelayakan atau ketidaklayakan dalam mengemudikan kendaraan dijalan raya.
1. Sistem Uji
Sistem ini lebih menekankan pada pendekatan manajemen dalam pengujian SIM untuk masyarakat. Saat ini, mekanisme pemberian/penerbitan SIM sudah cukup efektif. Secara umum, penerbitan SIM harus melalui 5 (lima) tahapan, diawali dengan pembayaran PNBP Resi Bank, dilanjutkan dengan registrasi, kemudian tahap ujian (teori dan praktik) dan terkahir pencetakan SIM tersebut.
Mekanisme ini penerbitan SIM ini telah mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Mekanisme yang baik ini akan lebih berjalan sempurna manakala dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Permasalahan registrasi yang harus dipenuhi (KTP asli, Surat Keterangan Sehat dsb.), sistem pembayaran yang bekerjasama dengan pihak perbankan, sampai dengan mekanisme ujian teori ditambah dengan mekanisme ketika pemohon SIM dinyatakan gagal untuk mendapatkan SIM.
Kenyataan di lapangan, penerbitan SIM ini masih memiliki berbagai kendala yang datang dari faktor internal maupun eksternal Polisi. Internal Polri lebih kepada kompetensi penguji serta instrumen pengujian, disamping masih adanya oknum yang suka mengambil keuntungan melalui pemberian SIM melalui ‘jalan pintas’. Point terakhir inilah yang harus diperkuat untuk diberantas. Banyak masyarakat yang menginginkan untuk mendapatkan SIM tanpa melalui serangkaian tes yang sudah disiapkan oleh pihak Kepolisian. Bahkan terkesan begitu mudahnya mendapatkan SIM di Indonesia. Untuk mengatasi kelemahan dalam hal sistem uji ini adalah :
– Perlunya pengawasan internal yang dapat menjamin terlaksananya mekanisme penerbitan SIM sesuai prosedur yang berlaku.
– Mengikutsertan pihak terkait mengenai pengeluaran surat keterangan dokter tentang kesehatan jasmani maupun surat keterangan psikolog tentang kesehatan rohani.
– Pemberian sosialisasi mengenai mekanisme penerbitan SIM kepada masyarakat termasuk memperketat penerbitan SIM bagi pemohon yang dinyatakan gagal.

2. Kompetensi Penguji
Mengacu pada ketentuan yang ada, tugas pembinaan penerbitan SIM ini diemban oleh bagian Registrasi dan Identifikasi (Regident) pada satuan lalu lintas. Pada satuan kerja setingkat Polres, penyelenggara penerbitan SIM dilakukan oleh para anggota lalu lintas dari bagian regident tersebut. Kenyataan yang terjadi seringkali anggota yang berdinas di bagian regident dipilih tidak berdasarkan kompetensi dan pengetahuannya semata. Hal ini akan menghilangkan faktor the right man on the right job yang seharusnya dapat dimunculkan. Karena penerbitan SIM sendiri membutuhkan pengetahuan yang cukup dalam hal menjalankan mekanismenya.
Keadaan ini mengakibatkan masih seringnya terjadi penyelewengan oleh anggota yang tidak menjalankan ‘aturan main’ dalam pembuatan SIM. Masih terdapat oknum-oknum yang dengan mudahnya tergalang oleh para pemohon yang menginginkan kemudahan dalam mendapatkan SIM tersebut. Untuk itu, harus diambil langkah-langkah strategis guna menanggulangi hal ini, diantaranya adalah :
– Mewajibkan kepada seluruh anggota yang berdinas dibagian regident untuk terlebih dahulu memiliki kualifikasi dalam bidangnya, seperti telah mengikuti pendidikan kejuruan mengenai regident lantas.
– Pemberian reward and punishment yang tegas bagi para anggota regident yang telah bekerja dengan sangat baik ataupun anggota regident yang terbukti melakukan penyalahgunaan wewenangnya.

3. Instrument Penguji
Instrument pengujian merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya dalam hal penerbitan SIM ini. Instrument ini menitik beratkan kepada sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam penerbitan SIM. Sarana dan prasarana ini tidak bisa diabaikan begitu saja mengingat pengaruh pada tingkat kesiapan pemohon yang akan mendapatkan SIM. Salah satu contohnya adalah ketersediaan lapangan untuk pelaksanaan ujian praktik kendaraan bermotor.
Selain itu, instrument pengujian ini akan sangat berhubungan dengan peralatan teknologi canggih. Dalam hal ini adalah peralatan photo digital, database sistem registrasi, pelaksanaan ujian teori secara on-line, serta peralatan simulator kendaraan bermotor. Inovasi melalui peralatan ini sedemikian pentingnya serta memberikan kemudahan baik bagi penguji maupun kepada pihak teruji. Keberadaan alat-alat tersebut bisa diperoleh melalui kerjasama dengan instansi luar yang terkait dengan penerbitan SIM ini.

• Penilaian Perilaku Pemilik SIM
Seperti halnya pembahasan sebelumnya, penilaian perilaku memberikan dampak yang cukup besar bagi terciptanya keselamatan jalan. Situasi yang ada saat ini lebih banyak pengemudi kendaraan yang telah memiliki SIM namun berperilaku buruk dijalan raya. Perilaku buruk ini tentu saja menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan dijalan raya.
Faktor penyebab utama kecelakaan dibagi menjadi 3 kelompok besar. Pertama, dari segi perilaku pengendara atau 91% disebabkan oleh faktor manusia, contohnya seperti berkendara dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan, ketidakfokusan dalam berkendara, berkendara dalam kondisi lelah dan tidak sadar. Kedua, sebanyak 5% adalah faktor kendaraan yang kurang atau tidak memenuhi standar keselamatan. Ketiga, dari segi lingkungan yaitu faktor jalan 3% dan faktor lingkungan 1%, contohnya lingkungan yang kurang bersahabat seperti salju, badai, jalanan berlubang, dan makhluk hidup/benda yang melintas di sepanjang jalan.
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan karena hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu. Karena itu, dalam melihat aspek penilaian perilaku ini, terdapat 2 (dua) point utama yang saling terkait dan dapat kita tarik garis besarnya yakni pelanggaran dan kecelakaan.
Guna menanggulangi dua permasalahan diatas, maka salah satu cara yang diyakini cukup ampuh adalah pendekataan 4E, yaitu: Encouragement atau bimbingan dan dorongan untuk berbuat yang baik, Education atau pendidikan dan pelatihan baik formal maupun informal, Engineering atau rekayasa baik rekayasa jalan maupun lalulintas dan sistem pengoperasiannya dan Enforcement atau penegakan hukum dan peraturan. Kita akan terfokus pada education dan engineering, karena bimbinan atau dorongan mendapat porsi yang lebih dalam pelaksanaanya melalui pendidikan dalam keluarga, sedangkan penegakan hukum akan kita bahas dalam point selanjutnya.
Implementasi yang dapat dilakukan dalam menjalankan pendidikan/ pelatihan dan rekayasa lalu lintas diantaranya adalah :
– Kampanye-kampanye publik untuk mereduksi kecelakaan lalulintas terutama mengenai safety riding (cara berkendaraan yang aman) dan responsibility riding (cara mengemudi yang bertanggung jawab).
– Pengembangan taman lalulintas sebagai pengenal dini anak-anak tentang disiplin berlalulintas juga merupakan salah satu aktivitas yang dapat dikembangkan termasuk pembentukan Kawasan tertib berlalulintas.
– Kerjasama dengan instansi lain terkait dengan pemenuhan kebutuhan bagi pengguna jalan terutama bagi pejalan kaki seperti Zebra Cross dan Jembatan Penyebrangan Orang (JPO).
• Penegakan Hukum
Aspek terakhir adalah penegakan hukum (law enforcement) yang diposisikan sebagai aspek terkahir yang dilaksanakan melalui upaya represif. Pelaksanaan dari penegakan hukum ini dapat dilakukan tidak hanya menunggu terjadinya kecelakaan saja melalui proses penyidikan kecelakaan lalu lintas, namun juga dapat dilaksanakan ketika situasi normal seperti pelaksanaan pemberian tilang, pencabutan SIM, serta penangkapan dijalan raya dan sebagainya.
Untuk melihat proses penegakan hukum ini , setidaknya terdapat 5 (lima) point yang akan mempengaruhi yakni : undang-undang/peraturan, penegak hukumnya, sarana dan prasarana, masyarakat, dan budaya. Dari kelima hal tersebut, faktor penegak hukum dan sarana/prasarana akan mendapatkan perhatian lebih tinggi karena keduanya merupakan point yang dapat dipenuhi oleh Ditlantas secara langsung. Kegiatan yang dapat dikedepankan dalam mewujudkan hal ini adalah sebagai berikut :
– Pengecekan kelengkapan kendaraan bermotor seperti SIM dan STNK melalui mekanisme operasi Kepolisian yang persuasif. Dikatakan persuasif karena lebih mengedepankan himbauan kepada masyarakat. Contohnya adalah operasi tanpa tilang, yakni ketika masyarakat tertangkap tidak membawa kelengkapan kendaraan maka tidak dilaksanakan tilang namun diberi himbauan atau sanksi psikologis seperti pemasangan stiker “Saya Pelanggar” pada bagian kendaraan.
– Sanksi sosial kepada pelanggar safety riding, misalnya pengendara motor yang tidak menyalakan lamu atau tidak menggunakan helm standard diumumkan di media massa lokal, baik nama maupun nomor kendaraannya. Dengan hal tersebut diharapkan dapat menyentuh sisi kemanusiaan si pelanggar sehingga diharapkan akan muncul perasaan malu untuk mengulangi perbuatannya itu lagi.
– Pemberian penghargaan kepada pengguna jalan teladan, yang didapat melalui pembentukan komunitas kendaraan serupa dan pengadaan program kegiatan terpadu oleh Ditlantas, misalnya touring bersama dan sebagainya.
– Sanksi tegas kepada oknum anggota lantas yang masih melakukan pungutan liar (pungli) dijalan raya, disertai hukuman disiplin.

***

Kebijakan keselamatan dan pengelolaan lalulintas merupakan upaya bersama seluruh instansi terkait dengan pembinaan jalan dan sistem transportasi jalan termasuk pihak Kepolisian. Polisi lalulintas mempunyai peran utama karena keberadaan langsung di jalan di dalam mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalulintas. (kamseltiblancar). Keberadaan ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Polisi dituntut tidak saja di dalam peran penegakan hukum dan peraturan untuk terciptanya kamseltiblancar tetapi harus mampun juga secara persuatif untuk dapat mendorong, mendidik dan melatih masyarakat untuk berdisiplin di jalan serta peran konsultatif terhadap permasalahan rekayasa lalulintas.
Peningkatan kualitas dan profesional polisi lalulintas merupakan salah satu rencana strategis Direktorat Lalulintas Polri. Walaupun demikian, keterbatasan di dalam penyediaan fasilitas operasional membutuhkan penyelesaian bersama. Keseimbangan alokasi di dalam pembinaan jalan juga harus memungkinan secara proporsional di berikan untuk penyediaan fasilitas Kepolisian lalulintas. Kreatifitas dan inovasi para unsur pimpinan juga tidak kalah pentingnya dalam mewujudkan hal ini, karena itu sinergitas unsur terkait harus senantiasa dikedepankan dan ditekankan demi terciptanya tujuan bersama.

 

0 komentar:

Posting Komentar

SARAN DAN MASUKAN

Mohon komentar, masukan, kritik dan sarannya untuk pengembangan blog ini....Trim's




[nts community]