Dasar Hukum:
1. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 80
TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN
PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
2. UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN
2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
TILANG
adalah singkatan dari "Bukti Pelanggaran", yang artinya terhadap
orang atau pengguna jalan yang diduga melakukan pelanggaran lalu lintas akan
diberikan SURAT TILANG setelah dinyatakan terbukti melanggar Peraturan Lalu
Lintas.
Sebagai
warga negara yang baik, pada saat anda diberhentikan oleh Polisi atau Pejabat
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, anda
memiliki hak dan kewajiban terhadap petugas yang memberhentikan anda tersebut. Anda
memiliki hak untuk mempertanyakan alasan mengapa anda diberhentikan dan anda
juga berhak untuk diperlihatkan bukti surat perintah tugas yang dimiliki oleh
orang yang memberhentikan anda, sesuai dengan Pasal 15 PP
80/2012. Hal tersebut perlu mengingat maraknya petugas gadungan yang mencoba
memeras masyarakat. Sedangkan kewajiban anda adalah mematuhi dan menghormati
petugas yang memberhentikan dan melakukan pemeriksaan kepada anda secara legal
dan benar.
Pada
prakteknya, seseorang yang bersalah melanggar peraturan lalu lintas memiliki
dua pilihan, menyogok polisi di tempat itu juga atau mempertanggungjawabkan
tindakannya ke persidangan. Saya sangat tidak menyarankan anda “dipalak” oleh Polisi dengan cara
membayarnya. Lebih baik anda membayarkan uang anda ke negara.
Untuk
mempertanggungjawabkan tindakan pelanggaran peraturan lalu lintas, anda akan
diberikan Tilang. Tilang merupakan singkatan dari Bukti Pelanggaran yang
diterbitkan oleh Polisi atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) terkait, yaitu
alat bukti pelanggaran tertentu di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan
format tertentu yang ditetapkan sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 4 PP
80/2012. Bukti Pelanggaran yang diterbitkan terdiri dari lima lembar kertas
berwarna: warna merah untuk pelangggar, warna biru juga untuk pelanggar, warna
hijau untuk Pengadilan, warna kuning untuk arsip Polisi, dan warna putih untuk
Kejaksaan. Namun yang harus anda perhatikan adalah bahwa warna merah merupakan
Bukti Pelanggaran apabila anda akan menghadiri persidangan dan warna biru
merupakan Bukti Pelanggaran apabila anda menitipkan uang denda kepada bank. Ada
beberapa pihak yang mengatakan bahwa Bukti Pelanggaran biru merupakan Bukti
Pelanggaran yang diberikan apabila anda mengakui kesalahan dan Bukti
Pelanggaran merah apabila anda tidak mengakui kesalahan. Validitas hal tersebut
saya ragukan karena saya belum menemukan dasar hukum atau dasar pembenar
pernyataan tersebut.
Untuk diperhatikan, surat tilang yang sah adalah surat tilang
yang diisi secara benar oleh petugas dan ditandatangi oleh kedua belah pihak,
diberi stempel Kesatuan/ POLSEK/ Pos Polisi di bagian atas surat tilang, dan
diberi stempel Staff yang menandakan bahwa Tilang tersebut sah diketahui oleh
atasannya,
Yang
dimaksud dengan pengisian secara benar oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam
paragraf sebelumnya adalah pengisian mengenai data-data anda, data-data
kendaraan anda, data mengenai barang yang disita/dititipkan, pelanggaran
terhadap pasal yang tepat, data-data mengenai persidangan anda, dan pernyataan
untuk menghadiri persidangan. Hal-hal tersebut haruslah anda
teliti secara benar karena dimungkinkan adanya kesalahan terhadap pasal yang
didakwakan kepada anda (dendanya juga berbeda), atau kesalahan mengenai data
diri anda sehingga dapat dijadikan bahan pemerasan dan / atau alasan untuk
membungkam pembelaan anda di persidangan.
Pada
dasarnya, setiap surat tilang harus ditandatangani oleh petugas pemeriksa dan
pelanggar (Pasal 27 ayat (1) PP 80/2012). Kalaupun pelanggar tidak bersedia
menandatangani surat tilang, petugas harus memberi catatan pada surat tilang
(Pasal 27 ayat (4) PP 80/2012). Namun yang perlu anda ketahui adalah bahwa
Tanda tangan yang anda bubuhkan pada bukti pelanggaran tersebut berdasarkan
pasal 27 ayat (3) adalah sebagai dasar hadir di persidangan atau pembayaran uang
titipan untuk membayar denda melalui bank yang ditunjuk oleh Pemerintah, jadi bukan
pernyataan bahwa anda mengakui pelanggaran anda ataupun bahwa anda tidak
mengakui pelanggaran yang anda lakukan.
Setelah anda mendapatkan surat tilang yang sah dan benar
tersebut, anda diperbolehkan meneruskan perjalanan anda dan anda akan
melanjutkan mempertanggungjawabkan perbuatan anda di pengadilan di tempat dan
waktu yang telah ditulis oleh petugas pada Bukti Pelanggaran anda.
Hal
diatas adalah pola apabila anda memakai Bukti Pelanggaran berwarna merah,
apabila anda memakai Bukti Pelanggaran berwarna biru, berarti
anda tidak dapat mengikuti persidangan pada tempat dan waktu yang ditentukan
dan memilih untuk menitipkan denda kepada bank yang ditunjuk oleh Pemerintah,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (3) PP 80/2012.
Dalam
hal pelanggar tidak dapat hadir ke sidang, maka pelanggar
dapat menitipkan uang denda pelanggaran lalu lintas melalui bank yang ditunjuk
oleh Pemerintah dengan menyertakan surat tilang yang telah ditandatangani oleh
petugas kepolisian dan pelanggar (Pasal 27 ayat (2) huruf a jo. Pasal
29 ayat (2) PP 80/2012). Bukti penitipan uang denda dinyatakan sah apabila
(Pasal 31 ayat (1) PP 80/2012):
a. dibubuhi stempel dan tanda tangan petugas bank dalam hal
penitipan uang denda dilakukan secara tunai; atau
b. format bukti penyerahan atau pengiriman uang denda sesuai
dengan yang ditetapkan dalam hal penitipan dilakukan melalui alat pembayaran
elektronik.
Bukti
penitipan denda tersebut kemudian dilampirkan dalam berkas bukti pelanggaran (lihat Pasal 267 ayat (5) UU LLAJ).
Merujuk
pada ketentuan Pasal 267 ayat (4) UU 22/2009, disebutkan
bahwa jumlah denda yang dititipkan
kepada bank adalah sebesar denda maksimal yang dikenakan untuk setiap pelanggaran
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun, besarnya uang denda yang dibayarkan
adalah sesuai dengan yang ditetapkan dalam putusan pengadilan (Pasal 30 ayat (3) PP No. 80/2012). Apabila
uang yang telah dititipkan melalui bank ternyata lebih besar dari yang
ditetapkan dalam putusan pengadilan, maka jaksa memberitahu pelanggar melalui
petugas penindak untuk mengambil sisa uang titipan paling lama 14 hari kerja
sejak putusan diterima, dan jika tidak diambil dalam jangka kurun waktu 1 tahun
maka sisa uang titipan disetorkan ke Kas Negara (Pasal 30 ayat (2) dan (3) PP
80/2012).
Permasalahan
yang tidak diketahui masyarakat banyak adalah bahwa penitipan ke bank tersebut
dapat diambil sisa uang titipannya. Masalah tersebut terjadi karena petugas
penindak yang menindak pelanggar, baik secara sengaja maupun karena
keterbatasannya, tidak memberitahu pelanggar untuk mengambil sisa uang
titipannya sehingga pelanggar tidak mengetahui kelanjutan dan uang titipannya.
Selain itu, tata cara mengenai pengembalian Surat Izin
Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan, Tanda Bukti Lulus Uji, dan Izin
Penyelenggaraan Angkutan Umum yang disita telah diatur dalam Pasal 36 ayat (1)
huruf a dan b PP 80/2012 disebutkan bahwa “Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda
Nomor Kendaraan, Tanda Bukti Lulus Uji, dan Izin Penyelenggaraan Angkutan Umum
yang disita dikembalikan kepada pengemudi atau pemilik setelah penyerahan surat
bukti penitipan uang titipan untuk membayar denda kepada jaksa selaku pelaksana
putusan pengadilan dan / atau membayar denda sesuai dengan putusan pengadilan.”
Dari
pasal tersebut, saya menarik garis hukum bahwa dalam
penilangan dengan slip biru juga diharuskan dilakukannya penyitaan terhadap
pelanggar dan barang yang disita tersebut barulah dapat diambil kembali setelah
kita menyerahkan surat bukti penitipan uang titipan untuk membayar denda,
kepada jaksa selaku pelaksana putusan pengadilan. Pada prakteknya, banyak masyarakat
yang mengaku bahwa setelah mereka membayar kepada bank sebesar denda maksimal,
mereka diperbolehkan jalan kembali tanpa ada barang yang disita dan tanpa
mengatongi satu surat tilang pun. Dalam kasus tersebut, saya melihat peluang
adanya tindak penipuan dan saya mempertanyakan kemanakah uang sebesar denda
maksimal tersebut mereka transfer? Apakah ke rekening petugas?
Kecenderungan untuk menyuap polisi
Ada sebagian pelanggar peraturan memilih untuk menyuap polisi
dengan uang berlipat-lipat dari denda yang akan dijatuhkan karena adanya
anggapan bahwa mengurus tilang itu sangatlah sulit. Ada pula kalanya polisilah
yang meminta uang kepada pelanggar agar pelanggar bisa segera pergi dari lokasi
pelanggaran tanpa mengikuti prosedur hukum. Bila penyuapan ini terbukti maka
bisa membuat polisi dan penyuap dihukum penjara karena menyuap polisi/pegawai
negeri adalah sebuah perbuatan melanggar hukum.
Perkembangan ke depan
Polisi akan segera meluncurkan sistem tilang model baru untuk
memotong birokrasi sekaligus menekan suap dilapangan. Dalam tilang model baru
ini, si pelanggar hanya diberikan tanda bukti tilang, sedangkan SIM atau STNK
tidak disita petugas. Dengan menggunakan jaringan komputerisasi dan bekerjasama
dengan sejumlah bank di Indonesia, pelanggar cukup membayar tilang melalui ATM,
Internet banking bahkan SMS banking.
Tapi, jika dalam batas waktu tertentu
pelanggar tidak membayar denda polisi akan melakukan pemblokiran nomor
kendaraan tersebut. Dan yang sanksi yang lebih tegas, jika dalam waktu tertentu
denda tilang belum dibayar tapi yang bersangkutan kembali melanggar, polisi
berhak melakukan penyitaan kendaraan tersebut.
- Catatan :
Untuk Pelanggar yang tidak bisa memperlihatkan STNK maka
diharuskan mengambil STNK nya dulu, apabila tidak bisa menunjukkan maka di
lakukan Berita Acara Pemeriksaan oleh Satreskrim Polres setempat.
Pada saat mengambil barang bukti Kendaraan diwajibkan untuk melangkapi kendaraan yg menjadi Barang bukti tersebut sesuai dengan standar, memakai Helm standar, dan yg mengambil harus sudah memiliki SIM.
0 komentar:
Posting Komentar