PRINSIP-PRINSIP
DASAR PBB
TENTANG
PENGGUNAAN KEKUATAN
DAN SENJATA API OLEH APARAT PENEGAK HUKUM
Diadopsi oleh
Kongres PBB ke-9 tentang Pencegahan Kejahatan dan
Perlakuan terhadap
Pelaku Kejahatan, Havana, Cuba
27 Agustus s/d 7
September 1980
Mengingat bahwa pekerjaan aparat
penegak hukum adalah pelayanan sosial yang sangat penting sehingga, dengan
demikian, timbul kebutuhan untuk memelihara dan, bilamana perlu, untuk
meningkatkan kondisi kerja dan status aparat tersebut,
Mengingat bahwa ancaman terhadap
jiwa dan keselamatan aparat penegak hukum harus dipandang sebagai ancaman
terhadap stabilitas masyarakat secara keseluruhan,
Mengingat bahwa aparat penegak
hukum memainkan peran vital dalam melindungi hak orang atas kehidupan,
kebebasan, dan keamanan, sebagaimana dijamin dalam Deklarasi Universal tentang
HAM yang diteguhkan dalam Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik,
Mengingat bahwa Aturan Minimum
Standar tentang Perlakuan Tahanan menetapkan dalam keadaan seperti apa petugas
tempat penahanan boleh menggunakan kekuatan) dalam pelaksanaan kewajibannya,
Mengingat bahwa Pasal 3 Aturan
Perilaku bagi Aparat Penegak Hukum (the Code of Conduct for Law Enforcement
Officials) menetapkan bahwa aparat penegak hukum boleh menggunakan kekuatan
hanya bilamana benar-benar diperlukan dan hanya sejauh yang diperlukan bagi
pelaksanaan kewajiban mereka,
Mengingat bahwa rapat persiapan
Kongres PBB ke-8 tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Pelaku
Kejahatan, yang diadakan di Varenna, Italia, telah menyepakati elemen-elemen
yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun ketentuan lebih lanjut mengenai
pembatasan terhadap penggunaan kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak
hukum,
Mengingat bahwa Kongres ke-7
tersebut, dalam resolusinya no. 14, antara lain menekankan bahwa penggunaan
kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak hukum perlu sesuai dengan
keharusan untuk menghormati HAM secara semestinya,
Mengingat bahwa Dewan Ekonomi dan
Sosial (the Economic and Social Council), dalam resolusinya no. 10/1986,
seksi IX, tertanggal 21 Mei 1986, mengundang Negara-negara Anggota untuk
memberikan perhatian khusus, dalam pelaksanaan Aturan Perilaku ini, terhadap
penggunaan kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak hukum, dan bahwa Sidang
Umum, dalam resolusinya no. 41/149 tertanggal 4 Desember 1986, antara
lain menyambut baik rekomendasi yang dibuat oleh Dewan tersebut,
Mengingat bahwa sudah semestinya
bilamana, dengan memperhatikan keselamatan pribadi aparat penegak hukum secara
semestinya, hal-hal berikut ini perlu dipikirkan: peran aparat penegak hukum
sehubungan dengan penyelenggaraan keadilan; perlindungan hak orang atas
kehidupan, kebebasan, dan keamanan; tanggung jawab aparat penegak hukum untuk
memelihara keselamatan umum dan kedamaian sosial; dan pentingnya kualifikasi,
pelatihan, dan aturan perilaku bagi mereka,
MAKA prinsip-prinsip dasar yang
dinyatakan di bawah ini, yang telah dirumuskan dalam rangka membantu Negara-negara
Anggota dalam melaksanakan tugas mereka memastikan serta meningkatkan peran
yang tepat dari aparat penegak hukum, perlu diperhitungkan dan dihormati oleh
Pemerintah-pemerintah di dalam kerangka peraturan perundang-undangan dan
praktek nasional masing-masing dan perlu diperhatikan oleh aparat penegak hukum
serta pihak-pihak lain, seperti hakim, jaksa, pengacara, anggota eksekutif,
anggota yudikatif, dan masyarakat.
KETENTUAN UMUM
1.
Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum mengadopsi dan
melaksanakan aturan-aturan dan peraturan-peraturan tentang penggunaan kekuatan
dan senjata api terhadap orang oleh aparat penegak hukum.
Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum selalu melakukan kaji
ulang terhadap permasalahan etika yang terkait dengan penggunaan kekuatan dan
senjata api.
2.
Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum perlu mengembangkan
sebanyak mungkin jenis sarana untuk melengkapi aparat penegak hukum dengan
berbagai jenis senjata dan amunisi yang memungkinkan mereka untuk menggunakan
kekuatan dan senjata api secara terdiferensiasi. Berbagai sarana/senjata
tersebut perlu mencakup antara lain senjata pelumpuh yang tidak mematikan untuk
digunakan dalam situasi yang semestinya, dengan tujuan untuk memperkuat
pengekangan atas penggunaan sarana-sarana yang menimbulkan kematian atau
luka-luka. Untuk tujuan yang sama, perlu dibuka kemungkinan bagi
aparat penegak hukum untuk diperlengkapi dengan peralatan bela diri seperti
perisai, helm, rompi antipeluru, dan sarana transportasi tahan peluru, dengan
maksud mengurangi kebutuhan akan penggunaan senjata jenis apa saja.
3. Pengembangan dan
penyebaran senjata pelumpuh yang tidak mematikan perlu dievaluasi dengan cermat
untuk memperkecil risiko membahayakan orang-orang yang tidak terlibat, dan
penggunaan senjata-senjata semacam ini perlu dikontrol dengan cermat.
4. Dalam
melaksanakan kewajiban mereka, aparat penegak hukum sejauh mungkin menggunakan
sarana non-kekerasan sebelum memutuskan untuk menggunakan kekuatan dan senjata
api. Mereka boleh menggunakan kekuatan dan senjata api hanya bilamana
sarana-sarana lain tetap tidak efektif dan tidak memberikan harapan akan
tercapainya tujuan yang hendak dicapai.
5. Bilamana
penggunaan kekuatan dan senjata api secara sah tidak dapat dihindari, maka
aparat penegak hukum:
(a) melaksanakan
pengekangan diri dalam penggunaan kekuatan dan senjata api tersebut dan
bertindak secara proporsional terhadap keseriusan pelenggaran yang sedang
berlangsung serta terhadap tujuan absah yang hendak dicapai;
(b) memperkecil
kemungkinan kerusakan dan luka-luka, dan menghormati serta memelihara kehidupan
manusia;
(c) memastikan bahwa
bantuan kemanusiaan dan bantuan medis diberikan dalam waktu secepat mungkin kepada
setiap orang yang terluka atau terkena dampak lain;
(d) memastikan bahwa
kerabat atau teman dekat orang yang terluka atau yang terkena dampak diberitahu
secepat mungkin.
6. Bilamana timbul
luka-luka atau kematian yang disebabkan oleh penggunaan kekuatan dan senjata
api oleh aparat penegak hukum, aparat penegak hukum yang bersangkutan
melaporkan insiden ini dengan segera kepada atasannya, sesuai dengan prinsip
22.
7. Pemerintah-pemerintah
memastikan bahwa penggunaan kekuatan dan senjata api secara sewenang-wenang
atau semena-mena oleh aparat penegak hukum dipidana sebagai pelanggaran pidana
berdasarkan hukum masing-masing.
8. Keadaan luar biasa,
misalnya ketidakstabilan politik dalam negeri atau situasi darurat publik
lainnya, tidak boleh dipakai sebagai dalih untuk membenarkan penyimpangan dari
prinsip-prinsip tersebut.
KETENTUAN KHUSUS
9. Aparat penegak
hukum tidak boleh menggunakan senjata api terhadap orang kecuali sebagai bela
diri atau untuk membela orang lain dari ancaman segera kematian atau luka
parah, untuk mencegah dilakukannya kejahatan sangat serius yang melibatkan
ancaman yang nyata terhadap jiwa, untuk menangkap seseorang yang menunjukkan
bahaya semacam itu serta melawan pihak berwenang, atau untuk mencegah lolosnya
orang semacam itu, dan hanya bilamana sarana lain yang tidak seekstrim itu
kurang memadai untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
10. Dalam keadaan
sebagaimana ditetapkan dalam prinsip 9, aparat penegak hukum memberitahukan
identitasnya sebagai aparat penegak hukum dan memberikan peringatan yang jelas
akan tekadnya untuk menggunakan senjata api serta memberikan waktu yang cukup
agar peringatan tersebut diindahkan, kecuali jika melakukan hal tersebut
membahayakan aparat penegak hukum yang bersangkutan secara berlebihan atau
merupakan hal yang jelas-jelas tidak semestinya atau tidak ada gunanya
mengingat keadaan yang ada.
11. Aturan-aturan dan
peraturan-peraturan tentang penggunaan senjata api oleh aparat penegak hukum
perlu mencakup pula pedoman yang:
(a) merinci keadaan-keadaan
di mana aparat penegak hukum diizinkan untuk membawa senjata api dan
jenis-jenis senjata api dan amunisi yang boleh dibawa;
(b) memastikan bahwa
senjata api hanya dipakai dalam keadaan yang semestinya dan dengan cara yang
berkemungkinan memperkecil risiko kecelakaan yang tidak perlu;
(c) melarang penggunaan
jenis-jenis senjata api dan amunisi yang menyebabkan luka-luka yang tidak dapat
dibenarkan atau yang menimbulkan risiko yang tidak dapat dibenarkan;
(d) mengatur pengontrolan,
penyimpanan, dan pemberian senjata api, termasuk prosedur untuk memastikan
bahwa aparat penegak hukum memberikan pertanggungjawaban atas senjata api dan
amunisi yang diberikan kepada mereka;
(e) mengharuskan aparat
penegak hukum untuk memberikan peringatan, apabila keadaannya
memungkinkan, bilamana senjata api hendak digunakan;
(f) mengharuskan
diberlakukannya sebuah sistem pelaporan bagi aparat penegak hukum setiap kali
mereka menggunakan senjata api dalam pelaksanaan tugas.
MENERTIBKAN KUMPULAN MASSA YANG
TIDAK SAH
12. Karena setiap orang
diperbolehkan ikut serta dalam kumpulan massa yang sah dan damai, sesuai dengan
prinsip-prinsip yang termaktub dalam Deklarasi Universal tentang HAM dan
Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, maka
Pemerintah-pemerintah, lembaga-lembaga penegakan hukum, dan aparat penegak
hukum mengakui bahwa kekuatan dan senjata api boleh digunakan hanya sesuai
dengan prinsip 13 dan 14.
13. Dalam membubarkan kumpulan
massa yang tidak sah tetapi tidak beringas, aparat penegak hukum menghindari
penggunaan kekuatan atau, bilamana hal tersebut tidak mungkin, membatasi
penggunaan kekuatan pada tingkat minimum yang diperlukan.
14. Dalam membubarkan
kumpulan massa yang beringas, aparat penegak hukum boleh menggunakan senjata
api hanya bilamana sarana lain yang tidak seberbahaya itu tidak praktis untuk
digunakan dan hanya pada tingkat minimum yang diperlukan. Aparat penegak
hukum tidak boleh menggunakan senjata api dalam kasus-kasus semacam itu,
kecuali sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam prinsip 9.
MENERTIBKAN ORANG DALAM PENAHANAN
15. Dalam berhubungan dengan
orang-orang yang ditahan, aparat penegak hukum tidak boleh menggunakan
kekuatan, kecuali bilamana benar-benar diperlukan untuk memelihara keamanan dan
ketertiban di lingkungan tempat penahanan atau bilamana keselamatan pribadi
terancam.
16. Dalam berhubungan dengan
orang-orang yang ditahan, aparat penegak hukum tidak boleh menggunakan
senjata api, kecuali sebagai bela diri atau untuk membela orang lain dari
ancaman kematian atau luka-luka serius yang nyata, atau bilamana penggunaan
senjata api benar-benar diperlukan untuk mencegah lolosnya tahanan yang
menampilkan bahaya sebagaimana dimaksud dalam prinsip 9.
17. Prinsip-prinsip
sebagaimana disebutkan di atas tidak mengurangi hak, kewajiban, dan tanggung
jawab petugas tempat penahanan sebagaimana diuraikan dalam Aturan Minimum
Standar tentang Perlakuan Tahanan, terutama aturan 33, 34, dan 54.
KUALIFIKASI, PELATIHAN, DAN
KONSELING
18. Pemerintah-pemerintah dan
lembaga-lembaga penegakan hukum memastikan bahwa seluruh aparat penegak hukum
diseleksi berdasarkan prosedur penyeleksian yang tepat, mempunyai moralitas,
kondisi psikologis, dan kondisi fisik yang semestinya untuk dapat secara
efektif melaksanakan tugas mereka, dan menerima pelatihan profesional secara
seksama dan terus menerus. Kebugaran mereka untuk melaksanakan
tugas perlu ditinjau secara berkala.
19. Pemerintah-pemerintah dan
lembaga-lembaga penegakan hukum memastikan bahwa seluruh aparat penegak hukum
diberi pelatihan dan diuji sesuai dengan standar kemampuan yang semestinya
mengenai penggunaan kekuatan. Aparat penegak hukum yang diharuskan
membawa senjata api perlu diizinkan membawa senjata api hanya bilamana telah
selesai mengikuti pelatihan khusus mengenai penggunaan senjata api.
20. Dalam pelatihan bagi
aparat penegak hukum, Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum
memberikan perhatian khusus kepada masalah-masalah yang terkait dengan etika
kepolisian dan HAM, terutama dalam proses penyelidikan, kepada cara-cara
alternatif selain penggunaan kekerasan dan senjata api, misalnya penyelesaian
konflik secara damai, pemahaman mengenai perilaku kumpulan massa, dan metoda
persuasi, negosiasi, dan mediasi, maupun kepada sarana-sarana teknis,
dengan tujuan membatasi penggunaan kekuatan dan senjata api. Lembaga
penegakan hukum melakukan kaji ulang atas program pelatihan dan prosedur
operasional mereka dengan mengacu pada insiden-insiden tertentu yang terjadi.
21. Pemerintah-pemerintah
dan lembaga-lembaga penegakan hukum menyediakan konseling tentang stres bagi
aparat penegak hukum yang terlibat dalam situasi-situasi di mana kekuatan dan
senjata api dipergunakan.
PROSEDUR PELAPORAN DAN PENINJAUAN
22. Pemerintah-pemerintah dan
lembaga-lembaga penegakan hukum memberlakukan prosedur pelaporan dan peninjauan
yang efektif untuk semua insiden sebagaimana disebutkan dalam prinsip 6 dan
11(f). Untuk insiden-insiden yang dilaporkan sesuai dengan
prinsip-prinsip tersebut, Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan
hukum memastikan bahwa proses peninjauan yang efektif tersedia dan bahwa pihak
independen yang mempunyai wewenang di bidang administrasi dan penuntutan hukum
berada dalam posisi untuk melaksanakan yurisdiksi dalam keadaan-keadaan yang
semestinya. Dalam hal timbul kematian dan luka-luka serius atau
konsekuensi berat lainnya, sebuah laporan rinci perlu dikirimkan dengan segera
kepada pihak berwenang yang bertanggung jawab melakukan peninjauan administratif
dan mengadili.
23. Orang-orang yang terkena
dampak penggunaan kekuatan dan senjata api atau kuasa hukum mereka mempunyai
akses ke proses yang independen, termasuk proses pengadilan. Dalam hal
orang yang bersangkutan tewas, ketentuan ini berlaku bagi orang yang menjadi
tanggungan mereka.
24. Pemerintah-pemerintah dan
lembaga-lembaga penegakan hukum memastikan bahwa perwira atasan dimintai
pertanggungjawaban jika mereka tahu, atau seharusnya tahu, bahwa aparat penegak
hukum yang menjadi bawahannya sedang menggunakan, atau telah menggunakan,
kekuatan dan senjata api secara tidak sah, tetapi tidak mengambil semua langkah
yang berada di bawah kewenangannya untuk mencegah, menindak, atau melaporkan
penggunaan kekuatan dan senjata api tersebut.
25. Pemerintah-pemerintah dan
lembaga-lembaga penegakan hukum memastikan bahwa sanksi pidana atau sanksi
disipliner tidak diberikan kepada aparat penegak hukum yang, karena mematuhi
Aturan Perilaku bagi Aparat Penegak Hukum dan prinsip-prinsip dasar ini,
menolak melaksanakan perintah penggunaan kekuatan dan senjata api atau yang
melaporkan penggunaan kekuatan dan senjata api oleh rekannya.
26. Kepatuhan terhadap
perintah atasan tidak boleh dipakai sebagai dalih untuk membela diri jika
aparat penegak hukum yang bersangkutan tahu bahwa perintah penggunaan kekuatan
dan senjata api yang telah mengakibatkan kematian atau luka-luka serius pada
seseorang itu adalah perintah yang nyata-nyata tidak sah dan dia mempunyai
kesempatan yang wajar untuk menolak perintah tersebut. Bagaimanapun juga,
tanggung jawab juga terletak pada atasan yang telah memberikan perintah yang
tidak sah.
Catatan:
*Sesuai
dengan ulasan Pasal 1 Aturan Perilaku bagi Aparat Penegak Hukum, istilah
"aparat penegak hukum" mencakup pula semua petugas hukum, baik yang
diangkat maupun yang dipilih, yang melaksanakan wewenang kepolisian, terutama
wewenang untuk menangkap atau menahan. Di negara-negara yang wewenang
kepolisiannya dilaksanakan oleh militer, baik yang berseragam ataupun yang
tidak, atau oleh pasukan keamanan Negara, maka definisi "aparat penegak
hukum" tersebut dianggap mencakup pula para anggota militer atau anggota
pasukan semacam itu.
0 komentar:
Posting Komentar