UPAYA
MEMBANGUN KEBUDAYAAN ( POSITIF ) KEPOLISIAN
SEBAGAI
REFORMASI BIROKRASI POLRI DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang .
Melalui Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 290 tanggal 12 November 1964 ,Kedudukan Polri berintegrasi dengan
ABRI sampai dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 2 tahun
1999 tentang langkah-langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dari ABRI,
sehingga sikap militeristik masih sangat kental bagi tiap personel Polri dalam
organisasi maupun administrasi , menjadi sebuah kebudayaan polisi. Proses
pelepasan dari ABRI tentunya mengalami proses yang sangat rumit.
“Sejarah Polri hari ini adalah akibat
perkembangan masa lampau dan pekerjaan Polri hari ini akan sangat menentukan
masa depan Polri yang akan datang” (Awaloedin Djamin, 2000:42). Ini adalah
harapan adanya reposisi Polri dari polisi yang bergaya militer menjadi polisi
yang mandiri dan profesional sebagai pengayom, pelindung dan pembimbing
masyarakat. Polri harus melakukan perubahan yang melingkupi 3 aspek yaitu
aspek Instrumental, Struktural maupun Kultural. Inilah factor- faktor yang
sangat penting tentang bagaimana “warna” Kepolisian Indonesia selanjutnya
terhadap masyarakat sebagai ruang kerjanya.
Dari ketiga aspek tersebut, asek kebudayaan
atau cultural merupakan salahsatu aspek yang sangat penting dan harus ada
perubahan dari budaya militeristik menjadi polisi sipil yang mampu berbaur
dengan masyarakat, sesuai dengan “rel” yang seharusnya. Reposisi banyak
dilakukan dibidang kebudayaan Kepolisian. Salah satu bentuk reposisi tentunya
harus mengikuti perkembangan situasi dan kondisi politik di Indonesia adalah
mulai berlakunya Undang Undang Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22
tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004 dan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Sama seperti yang disampaikan oleh Prof.Awaloedin Djamin
(1995:2) bahwa “administrasi Kepolisian dipengaruhi dan harus selalu
memperhitungkan faktor-faktor lingkungan, baik statis maupun dinamis, seperti
kependudukan, politik, ekonomi, dan sosial budaya.” Namun desentralisasi
kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat tidak dapat diterapkan pada lembaga
kepolisian karena akan bertentangan dengan TAP MPR RI No. VII/ MPR/ 2000
tentang peran TNI dan Polri pasal 7 ayat (1) yang berbunyi “Kepolisian Negara
Republik Indonesia merupakan kepolisian nasional yang berperan memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengatoman,
dan pelayanan kepada masyarakat.”
Reformasi Birokrasi Polri sangat dekat
dengan terciptanya good governance. Good Governance merupakan
target yang hendak diwujudkan oleh Polri dimana good governance ini
bertujuan untuk memangkas birokrasi dan meningkatkan profesionalisme Polri yang
diwujudkan oleh tindakan- tindakan anggota Polri dalam memberikan
pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. Dengan demikian, maka
reposisi yang dilakukan oleh Polri juga seharusnya mengedepankan segala
tindakan yang dapat menciptakan pencitraan yang baik bagi Polri dan kepuasan
masyarakat atas pelayanan Polri.. Dan yang perlu dilakukan oleh Polri adalah
bagaimana hal tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah kebudayaan baru.
Saat ini terjadi perubahan yang sangat
cepat dalam kehidupan masyarakat. Didukung dengan adanya kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi membuat masyarakat yang dahulu dikenal sebagai “
masyarakat awam” beralih statusnya menjadi “masyarakat modern”. Sehingga
dalam berhubungan dengan Polri, dapat menilai tingkat pelayanan dan kinerja
anggota Polri ketika bertugas, apakah sudah professional atau tidak sama
sekali.
Dari uraian diatas maka dapat diketahui
betapa pentingnya kebudayaan dalam menghadapi perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat. Kebudayaan yang bersifat positif sebagai upaya Polri dalam
memberikan pelayanan terbaiknya, dan dikatakan sebagai kebudayaan untuk
memberikan karakter bagi Polri sendiri. Maka penulis membuat makalah dengan
judul “ Upaya Membangun Kebudayaan ( positif ) Kepolisian Sebagai Reformasi
birokrasi Polri Dalam Menghadapi Perubahan Sosial ”.
2.
Permasalahan.
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini oleh penulis antara lain adalah sebagai berikut ;
a. Apa
yang dimaksud dengan kebudayaan positif kepolisian ( dilihat dari perspektif
sosiologis ) ?
b. Bagaimana
upaya membangun kebudayaan Kepolisian dalam menghadapi perubahan sosial di
masyarakat?
3.
Landasan Teori
a.
Pengertian Kebudayaan,
Kebudayaan merupakan hasil dari sekumpulan
masyarakat yang hidup bersama dalam kurun waktu yang panjang ( menurut Selo
Soemardjan ).
Kebudayaan adalah keseluruhan hasil cipta
sebagai hasil otak, rasa sebagai hasil spiritual, dan karya sebagai hasil
materi.
Yang menggerakkan adalah karsa.
b. Pengertian
Kepolisian dan Kebudayaan Positif Kepolisian.
Kepolisian menurut Undang- Undang Nomor 2
tahun 2002 adalah segala hal- ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga
polisi sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Jadi Kebudayaan Positif Kepolisian adalah
segala hal yang merupakan hasil ciptaan dari lembaga kepolisian itu sendiri,
dalam mengatur dan menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan secara positif
atau tindakan- tindakan yang dapat menciptakan citra yang baik dan kepuasan
masyarakat.
c.
Pengertian Perubahan Sosial dan Ciri-cirinya .
Perubahan Sosial adalah transformasi budaya
dan pranata sosial sepanjang waktu ( Paulus Wirutomo, 2009 ).
Ciri-ciri perubahan sosial antara lain
adalah sebagai berikut ;
1) Terjadi
secara terus menerus.
2) Dapat
direncanakan atau tidak direncanakan ( unintended consequences ).
3) Satu
perubahan menghasilkan perubahan yang lain.
4) Perubahan
sosial bersifat controversial, ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kebudayaan
Kepolisian dilihat dari Perspektif Sosiologis.
Berbicara tentang kebudayaan kepolisian
dari perspektif sosiologis, maka dapat dikatakan bahwa kepolisian telah beberapa
kali menghasilkan kebudayaan berupa produk hokum yang menjadi dasar bagi
kepolisian dalam melakukan pengaturan atau menjalankan administrasi kepolisian.
Sehingga akan diuraikan produk tersebut berdasarkan urutan waktu, yaitu sejak
awal kepolisian di Indonesia didirikan, sebagai berikut ;
a.
Periode Tahun 1945 – 1950 .
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno –
Hatta atas nama bangsa Indonesia mengproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan
esok harinya tanggal 18 Agustus 1945 dikeluarkan Undang-Undang Dasar tahun
1945. Setelah proklamasi kemerdekaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) pada sidangnya hari kedua tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan bahwa
Jawatan Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi suatu bagian dari
Departemen Dalam Negeri dan mempunyai kedudukan yang sama dengan dinas polisi
umum pada jaman pemerintah Hindia Belanda.
Berdasarkan Maklumat Pemerintah tertanggal
29 September 1945, R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian
merupakan titik awal adanya polisi sebagai polisi nasional.
b.
Periode Tahun 1951 – 1960.
Berdasarakan Skep Mendagri tanggal 13 Maret
1951 tentang susunan bagian Kantor Jawatan Kepolisian Negara dan order Kepala
Kepolisian Negara tanggal 31 Mei 1951 tentang susunan personil staf Jawatan
Kepolisian Indonesia Pusat, maka tersusun bagian-bagian dan jabatannya yaitu
Bagian Sekretariat; Bagian Urusan Pegawai; Bagian Keuangan; Bagian
Perlengkapan; Bagian Inspeksi Daerah; Bagian Inspeksi Mobile Brigade; Dinas
Reserse Kriminal; Dinas Pengawas Aliran Masyarakat; Bagian Polisi Perairan; dan
Bagian Inspeksi Pendidikan.
c. Periode
Tahun 1961 – 1980.
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960
Kepolisian Negara ditingkatkan statusnya sebagai unsur Angkatan
Bersenjata dan pada tanggal 19 Juni 1961 DPRGR mengesahkan Undang-Undang No.13
tahun 1961 tentang Peraturan Pokok Kepolisian.
d.
Periode Tahun 1981 – 2002
1)
Reorganisasi Polri
Reorganisasi Polri dilaksanakan berdasarkan
Keputusan Pangab No. Skep/11/P/III/1984, tanggal 31 Maret 1984 tentang
Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sesuai dengan keputusan ini, organisasi Polri disusun dalam dua tingkat, yaitu
tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) dan tingkat
kewilayah Polri.
2)
Pemisahan Polri dari ABRI
Melalui Instruksi Presiden Republik
Indonesia No. 2 tahun 1999 tanggal 11 April 1999 tentang langkah-langkah
kebijaksanaan dalam rangka pemisahan Kepolisian Negara Republik Indonesia dari
ABRI serta Keputusan Menhankam/Pangab No. Kep/05/P/III/1999 tanggal 31 Maret
1999 tentang pelimpahan wewenang penyelenggaraan pembinaan Kepolisian Republik
Indonesia, maka mulai tanggal 1 April 1999.
Berdasarkan Keppres No. 89 tahun 2000
tanggal 1 Juli 2000 tentang kedudukan Polri yang langsung dibawah presiden.
Melalui Keppres itu juga disebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia
memiliki tugas dan peranan dalam penegakan hukum, membina ketertiban umum dan
keamanan dalam negeri. Keppres tersebut merupakan tindakalanjut dari keputusan
sidang MPR yang membuat Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI
dan Polri dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran
Polri tertanggal 18 Agustus 2000.
Pada tanggal 8 Januari 2002, Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disahkan
2. Upaya
Membangun Kebudayaan Kepolisian Dalam Menghadapi Perubahan Sosial .
Upaya membangun kebudayaan kepolisian
sebagai respon perubahan sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara antara
lain :
a.
Melakukan perubahan cara berpikir ( mindset ) anggota Polri.
Menanamkan doktrin ”Tata Tentrem Kerta
Raharja” yang berisi ajaran bahwa untuk mencapai tujuan nasional yang berupa
masyarakat Indonesia yang adil makmur (”Raharja”) dipersyaratkan adanya suasana
gairah untuk membangun (”Kerta”) Kerta hanya akan terwujud malalui pembinaan
”Tentrem” atau terwujudnya keamanan dalam negeri. Sedangkan Tentrem yang
mengandung dimensi security, surety, safety dan peace hanya
terwujud jika ada ”Tata” yang maksudnya adalah Ketertiban yang berdasarkan
hukum.
Doktrin Polri memuat dua aspek yaitu:
1) Aspek
inward looking, bagian doktrin Polri yang memuat tentang doktrin pembinaan
Polri, bersifat pandangan tentang penyusunan kemampuan dan pembangunan
kekuatan, yang sesuai dengan tuntutan tugas.
2) Aspek
out ward looking, bagian doktrin Polri yang memuat tentang doktrin operasional
Polri, mengidentifikasikan bentuk-bentuk tugas, pengembangan sistem, metode,
taktik dan teknik pelaksanaan tugas pokok, serta pandangan Polri tentang
lingkungan (masyarakat) menurut pandangan operasional Polri.
Selain itu pula melakukan pembinaan moral
anggota polri dengan mengedepankan sisi kemanusiaan ( humanism ), dan segala
pekerjaan berlandaskan pada nilai- nilai spiritual dan asas – asas yang ada di
organisasi dan masyarakat. Sebab perubahan sosial terjadi secara terus-
menerus, fenomena dimasyarakat sangat banyak seperti fenomena dibidang
pelayanan lantas maupun penyidikan contohnya fenomena masyarakat semakin kritis
terhadap upaya penegakan hokum, sehingga yang perlu dilakukan perubahan adalah
pada “pedoman” berupa aturan- aturan disesuaikan kebutuhan, namun ” system
nilai” tetap dipegang teguh.Dalam hal contoh diatas maka aturan seperti KUHAP perlu
direvisi, dengan melibatkan elemen masyarakat untuk bekerjasama.
b. Melakukan
perubahan terhadap konsepsi kepolisian yang paling sesuai dengan keadaan
sekarang.
Perubahan konsepsi ini antara lain adalah
konsepsi tentang keberadaan dan jatidiri Polri, Landasan Ideal filsafati
kepolisian, tujuan kepolisian , fungsi kepolisian, dan asas- asas kepolisian.
Keberadaaan dan jatidiri kepolisian
disetiap Negara selalu berkaitan dengan system pemerintahan di Negara tersebut.
Hal diatas adalah hal yang bersifat universal. Namun ada kekhasan yaitu
penerapan prinsip- prinsip kepolisian dan merupakan konsepsi kepolisian di
Negara tersebut. Konsepsi Kepolisian diartikan sebagai konsep- konsep dalam
penyelenggaraaan fungsi kepolisian dan secara keseluruhan dapat dilihat dari
bentuk system kepolisian , sebagai manifestasi dari nilai- nilai dalam
konstitusi dinegara tersebut.
Sistem kepolisian Indonesia menganut
konsepsi Eropa Kontinental, namunsejalan dengan perubahansosial yang terjadi
dimasyarakat maka system kepolisian ini bergeser menjadi gabungan antara
konsepsi Eropa continental dengan konsepsi Anglo Saxon. Penggabungan ini
menunjukkan bahwa perubahan sosial dimasyarakat berada pada dunia
internasional, sehingga dapat dikatakan bahwa system kepolisian di Indonesia
bersifat dinamis, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat yaitu
masyarakat Indonesia.
Mengenai landasan ideal, dapat dikatakan
bahwa eksistensi polisi sebagai fungsi, sebagai organ, maupun sebagai individu
dilahirkan oleh dan dari masyarakat itu sendiri., untuk melindungi
terselenggaranya kebersamaan hudiup antar warga dari waktu ke waktu.
Menurut SATJIPTO RAHARDJO, 2002 :
Perpolisian bersifat progresif yang setiap saat melakukan penyesuaian (
adjustment ) terhadap perubahan dan perkembangan masyarakat yang dilayaninya.
Sedangkan CHARLES REITH dalam bukunya The British Police and Democratic
Ideal mengatakan bahwa satu- satunya senjata murni dari polisi adalah
kehendak rakyat.
Maka dapat disimpulkan bahwa tri brata
merupakan landasan filosofis yang ideal memang perlu dilakukan perubahan
menjadi seperti yang sekarang tanpa mengurangi nilai- nilai etika profesi yang
ada.
Dengan perubahan landasan filosofis diatas
maka otomatis fungsi dan asas kepolisian juga perlu mengalami perubahan. Tujuan
kepolisian ditentukan oleh kehendak rakyat maka bila terjadi perbedaan kehendak
rakyat atau masyarakat maka menghasilkan perbedaan dalam tujuan
kepolisian.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan.
Berdasarkan uraian dalam Bab Pembahasan
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut :
1. Yang
dimaksud dengan kebudayaan kepolisian dari perspektif sosiologis adalah semua
produk hokum yang menjadi dasar bagi kepolisian dalam melakukan pengaturan atau
menjalankan administrasi kepolisian, dan mengalami perubahan sesuai dengan
waktu dan perubahan sosial di masyarakat.
2. Upaya
untuk membangun kebudayaan kepolisian dalam menghadapi perubahan sosial dapat
dilakukan dengan cara antara lain :
a) Melakukan
perubahan mindset anggota Polri, lebih bermoral dan humanis.
b) Melakukan
perubahan konsepsi kepolisian , meliputi konsepsi tentang keberadaan dan
jatidiri Polri, Landasan Ideal filsafati kepolisian, tujuan kepolisian , fungsi
kepolisian, dan asas- asas kepolisian.
b. Saran.
1. Dalam
membangun kebudayaan kepolisian harus memperhatikan “system nilai” yang
dipegang teguh walaupun aturan dapat berubah- ubah sesuai kebutuhan.
2. Dalam
membangun kebudayaan kepolisian, berorientasi harus pada kehendak masyarakat,
bukan untuk organisasi itu sendiri, atau kepentingan penguasa demi eksistensi
organisasi.
3. Dalam
membangun kebudayaan kepolisian harus disadari bahwa masyarakat adalah sebagai
sumber utama, selain sebagai objek bagi tugas- tugas kepolisian namun juga
sebagai subjek yang menentukan keberadaan dan jatidiri kepolisian Indonesia.
Daftar Pustaka :
Awaloedin Djamin, Pola Pengembangan
Polri Mandiri, Jakarta, 2000.
Paulus Wirutomo, Slide Perubahan
Sosial, Jakarta , 2009
Momo Kelana, Konsep- Konsep Hukum
Kepolisian Indonesia, Jakarta : PTIK Press , 2007
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jakarta : VisiMedia, 2008
0 komentar:
Posting Komentar